Tuesday, November 27, 2012

Rumah Adat Suku Baduy Dalam


Suku Baduy dalam : Rumah tidak sekedar tempat tinggal biasa bagi masyarakat suku baduy dalam, lebih dari itu. Terdapat nilai-nilai luhur warisan nenek moyang mereka yang harus di lestarikan dan di perhatikan. Suku baduy dalam sangat yakin bahwa daerah yang mereka tinggali sekarang, daerah pegunungan Kendeng adalah pusat alam semesta. Sehingga salah satu tradisi suku baduy dalam mengolah tanahnya yaitu menghindari mengolah tanah menggunakan cangkul.

Kalau sobat datang ke tanah baduy, bisa di lihat disana bahwa rumah yang mereka bangun sangat mengikuti pola tanah. Mereka membiarkan walaupan tanah yang akan di bangun tidak rata. Tidak ada usaha untuk meratakannya. Tentu pada akhirnya, tingggi rumah berdiri kondisinya tidak rata. Sebuah budaya yang sangat jarang di temui kalau di luar suku baduy dalam.

Rumah yang sangat sederhana adalah ciri khas masyarakat baduy. Menurut yang mereka yakini, tempat tinggal memiliki kekuatan netral. Dalam istilahnya “terletak antara dunia bawah dan dunia atas”. Kalau di perhatikan, rumah baduy pasti memiliki kolong dan tidak langsung menyentuh tanah. Semua rumah pasti di bangun memakai alas batu (umpak). Mereka pun percaya sepenuhnya, dengan membangunnya seperti itu, rumah mereka akan jauh lebih awet dan tahan lama.

Motif Atap Rumah Suku Baduy Dalam

Atap rumah terbagi pada dua sisi kanan dan sisi kiri. Atap sebelah kiri di bangun lebih panjang di bandingkan atap sebelah kanan. Ini di maksudkan supaya satu sisi yang lebih panjang memberikan kehangatan yang lebih. Selain itu, juga untuk menambah ruangan yang bisa di pakai. Karena pasti anggota keluarga akan terus bertambah. Kemudian, bagian paling atas atau pucuk, pertemuan antara sisi kiri dan sisi kanan di buat cabik. Fungsinya untuk menahan air hujan yang turun. Selain untuk fungsi tadi, cabik ini juga merupakan lambang lingkaran hidup mereka.

Ciri khas berikutnya ialah, atap yang di pakai bukan seperti kebanyakan yang sering kita temui. Mereka tidak memakai genting. Rata-rata yang di pakai sebagai atap terbuat dari bahan yang sangat sederhana, biasanya dari ijuk atau daun kelapa yang di keringkan. Ini adalah bagian adat yang harus di patuhi. Bagian dari kepercayaan yang sangat mereka yakini. Hal ini berhubungan karena genting itu berbahan dari tanah. Artinya, kalau memakai atap dari genting, sama saja mengubur diri sendiri. Sedangkan tanah hanya di peruntukan untuk orang mati saja. Seperti peribahasa mereka “terletak antara dunia bawah – yaitu tanah - dan dunia atas – yaitu langit -. Karena rumah memiliki pangkat yang lebih tinggi, yaitu dunia atas, maka di larang di letakan lebih rendah dari tanah.

Jendela Rumah Suku Baduy Dalam

Suku baduy dalam memang memiliki banyak keunikan. Rumah yang meraka punya, tidak di buatkan jendela seperti pada umumnya. Sedikit berbeda dengan baduy luar, mereka sudah menerapkan jendela rumah. Khusus untuk suku baduy dalam, jendela masih di anggap tidak penting, karena fungsinya bisa di gantikan. Anggapan suku baduy dalam, jendela tujuannya untuk melihat pemandangan keluar atau yang berada di luar. Sedangkan kalau begitu mereka tinggal membuat lubang saja di dinding rumah. Selain itu, fungsi jendela sebagai ventilasi bisa di ganti dengan lantai berlubang yang terbuat dari bambu.

Bagian Rumah Suku Baduy Dalam

Rata-rata rumah baduy terbagi tiga bagian; bagian depan, tengah, kemudian belakang (dapur). Paling belakang berfungsi sebagai dapur untuk mengolah bahan makanan, kemudian di tengah untuk istirahat seluruh anggota keluarga dan bagain paling depan yang biasa di sebut sosoro berfungsi sebagai tempat penerima tamu. Menurut kepercayaan suku baduy dalam, setiap tamu dari luar tidak di izinkan masuk ke bagian tengah. Tamu hanya boleh sampai bagian depan saja. Menurut mereka tamu dari luar pasti membawa pengaruh buruk. Sedangkan di depan rumah di fungsikan sebagai filter dari pengaruh buruk yang di bawa oleh tamu tadi.

Kalaupun ada tamu dari luar yang mau menginap, biasanya di tempatkan di rumah pemimpin mereka (Jaro). Setiap rumah Jaro pasti di lengkapi dengan satu ruangan yang di khususkan peruntukannya untuk menampung para tamu yang datang. Biasanya ruangan ini di sebut dengan sosoro. Namun, seandainya rumah jaro ini sudah tidak cukup menampung tamu. Barulah akan di tempatkan di rumah warga biasa. Tentunya dengan ketentuan, tamu tersebut wajib mengikuti dan mematuhi semua peraturan dan larangan dari suku baduy dalam.

Monday, November 26, 2012

Tradisi Suku Baduy Dalam

 

Seba di Suku Baduy Dalam serta Baduy Luar

Sebelumnya telah di bahas sejarah suku baduy, sekarang saya akan berbagi adat istiadat suku baduy yaitu namanya tradisi Seba. Di baduy di kenal ada yang namanya Seba. Seba berasal dari bahasa sunda yaitu Saba yang artinya berkunjung atau silaturahmi. Seba adalah melakukan kunjungan resmi kepada penguasa beserta mengirim hasil bumi, ritual ini di lakukan sebagai bentuk silaturahmi dan bukti kesetiaan warga Baduy kepada pemerintah. Disini melalui Bupati dan Gubernur. Seba di selenggarakan satu tahun sekali.

Seba terbagi dua, seba kecil dan seba besar. Seba kecil ketika hasil panen menghasilkan panen yang tidak berlimpah, maka pemimpin baduy akan mengadakan seba kecil saja. Yaitu menyerahkan hasil panen saja tanpa di tambah dengan perangkat dapurnya. Sedangkan seba besar memerlukan persiapan lebih besar. Artinya selain hasil panen yang di serahkan, juga akan di tambah dengan pelengkap dapur. Seba besar di adakan ketika hasil panen melimpah ruah. Namun pada intinya, masyarakat baduy pasti akan mengadakan seba ini, karena ini sudah merupakan tradisi suku baduy setiap tahun.

Sebelum tradisi seba di adakan, akan di awali dengan ritual Kawalu. Kawalu artinya suku baduy tidak boleh menerima tamu dari luar selama 3 bulan. Jadi buat sobat yang berniat akan melancong ke Baduy, pastikan bukan dalam masa Kawalu. Seba besar membutuhkan persiapan fisik yang luar biasa terutama untuk warga baduy dalam. Karena dalam pelaksanaannya harus menghadap ke bupati atau gubernur langsung. Dan perjalanan tersebut di tempuh harus tanpa naik kendaraan dan tidak menggunakan alas kaki. Biasanya mereka akan sampai di kantor gubernur sekitar 3 hari perjalanan. Kantor gubernur banten terletak di Jl.Letjen Kiyai Sjam’un kota Serang. Jarak dari Baduy di Pegunungan Kendeng ke pendopo gubernur Banten sekitar 95 km.

Akan tetapi, hanya masyarakat baduy dalam saja yang tidak naik kendaraan dan tanpa alas kaki. Mereka berjalan kaki dari desanya menuju Rangkasbitung yang berjarak 40 km. Kemudian di lanjutkan esok harinya ke pendopo Gubernur, jaraknya sekitar 50 km. sedangkan untuk warga baduy luar menggunakan kendaraan, karena meraka sudah menerima budaya luar. Disini uniknya, bisa di bayangkan warga Baduy dalam berjalan kaki dan tanpa pakai alas kaki dengan jarak tempuh 95 km.

Seperti seba tahun ini, di laksanakan tanggal 27-28 april 2012. Di mulai hari jumat tiba di pendopo kabupaten Lebak. Langsung di terima oleh Bapak H. Jayabaya. Mereka biasa menyebutnya dengan Bapak Gede. Masyarakat baduy yang hadir berjumlah 1388 orang. Terdiri dari anak-anak sampai orang tua. Tapi para perempuannya tidak ikut serta. Setelah itu keesokan harinya di lanjutkan ke pendopo gubernur di kota Serang. Di terima langsung oleh Ibu Gubernur Rt.Atut Chosiyah. Warga Baduy menyebutnya Ibu Gede.

Warga baduy di wakili oleh pemimpinnya, yaitu Jaro Dainah dan Saidi Putra, mereka menyampaikan rasa syukur atas panen tahun ini dan sekaligus menyampaikan unek-unek atau permasalahan yang ada di masyarakatnya sebagai bentuk laporan kepada Bupati. Sedangkan dari pihak bupati, hadir jajaran kepala daerah dan pejabat muspida setempat.

Biasanya yang hadir yaitu Jaro sebagai wakil dari Pu’un, tokoh adat kajeroan, tokoh adat panamping, tokoh adat pemuda. Khusus untuk tokoh pemuda di maksudkan sebagai bahan pengalaman dan pembelajaran nanti ke depan sebagai calon penerus. Seperti sifat dasar warga baduy, mereka menyampaikan apapun permasalahan yang ada di baduy kepada pemerintah dengan tegas, lugas, tanpa basa-basi, terbuka, tepat dan tidak menutup-nutupi. Tradisi suku baduy ini merupakan tanggung jawab semua warganya supaya berlangsung sukses. Semua warga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan seba tahunan supaya berjalan dengan lancar. Sesuai dengan pakem, keharusan, dan arahan dari pemimpin mereka.

Kemudian esok harinya di lanjutkan dengan perjalanan menuju kantor gubernur banten di serang. Di terima langsung oleh ibu gubernur yang biasa di panggil oleh masyarakat Baduy dengan Ibu Gede. Dengan agenda yang sama, yaitu silaturahmi ke kepala pemerintahan. Hj. Atut Chosiah sangat mengapresiasi apa yang di lakukan oleh masyarakat baduy dengan adat istiadat seba ini. Karena artinya seba ini menunjukan bahwa warga Baduy tetap menjaga kelangsungan hutan terbukti dengan banyaknya oleh-oleh berupa hasil hutan mereka.Adapun hasil bumi yang di serahkan baik ke bupati atau gubernur berrmacam-macam seperti pisang, padi, gula aren, coklat, biji kopi dan lain-lain.

Saturday, November 24, 2012

Sejarah Suku Baduy Dalam

Suku Baduy Dalam : Sejarah Kemunculannya Setelah sebelumnya kita share cerita umum terkait suku baduy dalam. Postingan kali ini akan berbagi sejarh suku baduy dalam, selamat menyimak. Tulisan ini di ambil dari beberapa sumber, ternyata sejarah suku baduy dalam memiliki beberapa versi yang berbeda.

Sejarah Suku Baduy Dalam Menurut Warganya


Pertama, menurut kepercayaan warga sejarah suku baduy dalam berasal dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tujuh dewa yang di turunkan ke bumi. Batara cikal memiliki peran untuk mengatur keseimbangan di bumi. Versi ini hampir sama persis dengan cerita di turunkannya nabi Adam, sebagai makhluk pertama dan memiliki tugas untuk mengelola bumi. Suku baduy pun percaya bahwa mereka adalah keturunan nabi Adam.


Sejarah Suku Baduy Dalam Menurut Ahli Sejarah


Sedangkan pada versi yang lain, para ahli sejarah memiliki pendapat sendiri terkait sejarah suku baduy. Pendapat mereka berdasar pada temuan prasasti sejarah, kemudian di telusuri pula melalui catatan para pelaut dari Portugis dan Tiongkok serta di hubungkan dengan cerita rakyat tentang Tatar Sunda. Meskipun pada kenytaannya, cerita mengenai Tatar Sunda ini sangan sedikit sekali referensinya.

Menurut ahli sejarah, masyarakat baduy (kanekes) memiliki kaitan dengan kerajaan Pajajaran (saat ini wilayah Bogor). Yang di ketahui, Pajajaran ada sekitar di abad ke-16. Pada saat dimana kerajaan atau kesultanan Banten belum berdiri, wilayah yang kemudian menjadi kesultanan Banten, ialah daerah yang sangat penting dan memiliki peranan yang signifikan. Saat itu, Banten masih menjadi bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Banten berfungsi sebagai pelabuhan yang memang terkenal besar.

Di banten terdapat sungat Ciujung yang berfungsi sebagai pelabuhan dan bisa di lewati beragam jenis perahu. Sungai ini menjadi lalu lintas angkutan barang-barang hasil pertanian dari wilayah pedalaman. Pangeran Pucuk, penguasa saat itu merasa perlu untuk melestarikan dan menjaga wilayah tersebut, terutama terkait kelestarian sungainya. Wilayah itu di kenal dengan nama Gunung Kendeng.

Karena alasan itu, pangeran pucuk memerintahkan pasukan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng-Sungai Ciujung. Mereka tinggal dan bertugas sebagai penjaga wilayah tersebut. Maka, dengan adanya pasukan kerajaan tersebut, lambat laun kehidupan mulai berjalan normal. Jadi bisa di simpulkan bahwa sejarah suku Baduy dalam dan yang hari ini kita kenal adalah berasal dari pasukan yang di utus oleh Pangeran Pucuk yang bertugas melestarikan sungai Ciujung – gunung Kendeng. Pada masanya, suku baduy menutup identitas mereka terhadap orang luar. Karena di khawatirkan akan di ketahui oleh musuh-musuh kerajaan Pajajaran.

Sejarah Suku Baduy Dalam Versi Van Tricht


Versi ketiga tekait sejarah suku baduy dalam ialah dari dokter Van Tricht yang berkunjung ke Baduy di tahun 1982 kemudian mengadakan penelitian terkait kesehatan masyarakat disana. Van Tricht tidak mengakui kedua pendapat diatas, ia memiliki pendapat sendiri mengenai sejarah suku baduy dalam dan ia mengatakan bahwa masyarakata Baduy sudah ada sejak lama disana dan merupakan masyarakat asli sana. Menurut Van Tricht masyarkat baduy terutama warga masyarakat suku baduy dalam memiliki sifat yang menolak keras dan tidak bisa mengadopsi kebudayaan luar. Selain itu, menurutnya masyarakat baduy dalam sangat mempertahankan kebudayaannya. Itu terbukti suku baduy dalam masih sangat ketat untuk mempertahankan kebudayaan nenek moyang mereka.

Pendapat Van tricht terkait sejarah suku baduy dalam ini sejalan dengan pendapat Danasasmita dan Djatisunda (1986:4-5). Menurut dua ahli ini saat itu raja yang berkuasa di wilayah sekitar Baduy adalah Rakeyan Darmasiska, raja ini memerintahkan masyarakat Baduy yang memang sudah tinggal disana dari dahulu untuk memelihara Kabuyutan (tempat pemujaan nenek moyang). Menjadikan kawasan tersebut sebagai “Mandala” atau kawaan suci. Masyarakatnya sendiri di kenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan (wiwitan:asli,pokok). Sampai sekarang pun masyarakat baduy masih memegang teguh kepercayaan tersebut.

Sejarah Suku Baduy Dalam Versi Prabu Siliwangi


Versi berbeda dan terakhir ialah, putra Prabu Siliwangi yaitu yang bernama Kian Santang yang sudah memeluk Islam melalui Sayidina Ali di Mekkah. Kian santang ingin menyebarkan islam dan salah satunya kepada ayahnya. Namun Prabu siliwangi mendapat wangsit melalui mimpi untuk menolak agama islam dan di suruh pindah ke wilayah Rangkasbitung-Lebak.

Kian santang tetap mengejar mereka kesana, sampai terjadi perang saudara. Sayangnya tidak banyak referensi tentang perang saudara tersebut. Yang jelas, Prabu Siliwangi kemudian berganti gelar menjadi Prabu Kencana Wungu. Prabu Kencana Wungu memilih untuk menetap di rangkasbitung bersama 40 pengikut setia dan sampai sekarang di kenal dengan masyarakat Baduy.

Itulah informasi yang bisa dibagi terkait sejarah suku baduy dalam. Semoga bermanfaat dan terima kasih. Untuk menambah wawasan budaya Negara Indonesia tercinta, simak juga artikel terkait lain mengenai suku baduy.

Friday, November 23, 2012

Suku Baduy Dalam


Siapa yang tidak kenal dengan suku Baduy?hampir semua orang sudah tahu suku baduy atau minimal pernah mendengarnya. Secara umum suku baduy terbagi dua yaitu suku baduy luar dan suku baduy dalam. Artikel kali ini akan berfokus membahas suku baduy dalam. Jarak antara suku baduy luar dan suku baduy dalam sekitar 3-4 jam berjalan kaki. Suku baduy terbagi kedalam tiga kelompok, Tangtu, Panamping, Dangka. (Wikipedia, 2012)

 
Suku baduy dalam
terletak di kaki pegunungan kendeng desa Kanekes, kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten  Lebak- Rangkasbitung Banten. Desa ini merupakan jalur terakhir transportasi umum. Setelah tiba di Baduy luar, pertama kali kita wajib lapor ke pimpinan setempat yang di panggil Jaro Pulung, beliau bertugas sebagai penghubung antara suku baduy dengan budaya luar. Dari sini kita masih harus melanjutkan perjalanan agar tiba di suku baduy dalam yaitu antara 3-4 jam.
 

Wilayah Baduy terbagi ke dalam tiga yaitu : Cikeusik, Cibeo, Cikertawana. Menurut beberapa sumber, nama Baduy berasal dari nama sungai yaitu Cibaduy. Dalam versi yang berbeda, nama Baduy adalah panggilan para peneliti belanda yang mengidentikan mereka dengan Baduy Arab, dimana kehidupannya suka berpindah-pindah. Orang baduy sebetulnya lebih nyaman di panggil urang kanekes (orang kanekes). 

Populasi masyarakat baduy sampai hari ini di perkirakan berjumlah 5.000 – 8.000 orang. Berbeda dengan baduy dalam, suku baduy luar atau yang sering di panggil dengan Urang Panamping sudah menerima budaya luar. Suku baduy luar berpakain serba hitam serta rumah mereka bertumpu pada batu.

Suku baduy dalam belum mengenal budaya luar dan terletak di hutan pedalaman. Karena belum mengenal kebudayaan luar, suku baduy dalam masih memiliki budaya yang sangat asli. Suku baduy dalam tidak mengizinkan orang luar tinggal bersama mereka. Bahkan mereka menolak Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk. Jadi kalau sobat-sobat punya teman bule, jangan di ajak ke baduy, kasihan mereka nanti harus nunggu di luar. Kemudian suku baduy dalam juga tidak mengizinkan penggunaan kamera.

Suku baduy dalam di kenal sangat taat mempertahankan adat istiadat dan warisan nenek moyangnya. Mereka memakai pakaian yang berwarna putih dengan ikat kepala putih serta membawa golok. Pakaian suku baduy dalam pun tidak berkancing atau kerah. Uniknya, semua yang di pakai suku baduy dalam adalah hasil produksi mereka sendiri. Biasanya para perempuan yang bertugas membuatnya. Suku baduy dalam di larang memakai pakaian modern. Selain itu, setiap kali bepergian, mereka tidak memakai kendaraan bahkan tidak pakai alas kaki dan terdiri dari kelompok kecil berjumlah 3-5 orang. Mereka dilarang menggunakan perangkat tekhnologi, seperti Hp da TV.   

Suku baduy dalam memiliki kepercayaan yang di kenal Sunda Wiwitan (sunda: berasal dari suku sunda, Wiwitan : Asli). Kepercayaan ini memuja arwah nenek moyang (animisme) yang pada selanjutnya kepercayaan mereka mendapat pengaruh dari Budha dan Hindu. Dan kalau melihat sejarah, kepercayaan suku baduy dalam saat ini adalah refleksi kepercayaan masyarakat sunda sebelum masuk agama islam.

Sampai saat ini, suku baduy dalam tidak mengenal budaya baca tulis. Yang mereka tahu, ialah aksara hanacaraka (aksara sunda). Anak-anak suku baduy dalam pun tidak bersekolah, kegiatannya hanya sekitar sawah dan kebun. Menurut meraka inilah cara mereka melestarikan adat leluhurnya. Meskipun sejak pemerintahan Soeharto sampai sekarang sudah di adakan upaya untuk membujuk mereka agar mengizinkan pembangunan sekolah, namun mereka selalu menolak. Sehingga banyak cerita atau sejarah mereka hanya ada di ingatan atau cerita lisan saja.   

Selain itu,suku baduy dalam juga tidak mengenal perkakas seperti yang kita tahu misal gergaji, palu, paku. Jadi untuk membuat rumah, dibuat dengan menggunakan bahan dan alat-alat tradisional. Di ambil dari hutan dan di kerjakan secara gotong royong. Seperti jembatan yang di buat dengan bahan bambu, di ikat dengan tali dan memakain pondasi dari pohon sekitar.  Terlebih lagi untuk barang-barang elektronik : Hp, Tv, Laptop atau Komputer.

Suku baduy menerima dua kepemimpinan, pertama dari pemerintah, biasanya di pimpin oleh Jaro Pamarentah. Dan pemimpin dari lingkungan mereka sendiri yang di panggil Pu’un.  Pu’un adalah pemimpin adat tertinggi di baduy dan terbagi di tiga kampung suku baduy dalam. Jabatan pu’un lebih bersifat turun temurun namun kerabat atau anggota keluarga lainpun bisa menjadi Pu’un. Serta tidak di berikan jangka waktu pasti, tergantung kemampuan Pu’un tersebut memangku jabatan.  

Sungai menjadi sumber dan urat nadi kehidupan sehari-hari mereka. Dari mulai mandi, mencuci, MCK semuanya di lakukan di sungai. Teman-teman yang berniat berkunjung ke suku baduy dalam, persiapkan makanan seperti beras, mie instant, sarden dan lain-lain. Nanti para ibu suku baduy yang akan membantu memasaknya. Salah satu kebiasaan yang harus di patuhi masyarakat suku baduy dalam ialah jam tidur maksimal jam 21:00.   

Biasanya kalau sesuatu terlampau berbeda maka akan menarik perhatian banyak orang. Karena menjadi hal yang unik. Dan di sanalah titik menariknya, terbukti ratusan orang berkunjung dalam satu rombongan ke suku baduy dalam.

Demikian yang bisa di share terkait Suku Baduy Dalam, semoga bermanfaat. Simak juga artikel terkait lainnya. Terima kasih.
Powered By Blogger

Rumah Adat Suku Baduy Dalam


Suku Baduy dalam : Rumah tidak sekedar tempat tinggal biasa bagi masyarakat suku baduy dalam, lebih dari itu. Terdapat nilai-nilai luhur warisan nenek moyang mereka yang harus di lestarikan dan di perhatikan. Suku baduy dalam sangat yakin bahwa daerah yang mereka tinggali sekarang, daerah pegunungan Kendeng adalah pusat alam semesta. Sehingga salah satu tradisi suku baduy dalam mengolah tanahnya yaitu menghindari mengolah tanah menggunakan cangkul.

Kalau sobat datang ke tanah baduy, bisa di lihat disana bahwa rumah yang mereka bangun sangat mengikuti pola tanah. Mereka membiarkan walaupan tanah yang akan di bangun tidak rata. Tidak ada usaha untuk meratakannya. Tentu pada akhirnya, tingggi rumah berdiri kondisinya tidak rata. Sebuah budaya yang sangat jarang di temui kalau di luar suku baduy dalam.

Rumah yang sangat sederhana adalah ciri khas masyarakat baduy. Menurut yang mereka yakini, tempat tinggal memiliki kekuatan netral. Dalam istilahnya “terletak antara dunia bawah dan dunia atas”. Kalau di perhatikan, rumah baduy pasti memiliki kolong dan tidak langsung menyentuh tanah. Semua rumah pasti di bangun memakai alas batu (umpak). Mereka pun percaya sepenuhnya, dengan membangunnya seperti itu, rumah mereka akan jauh lebih awet dan tahan lama.

Motif Atap Rumah Suku Baduy Dalam

Atap rumah terbagi pada dua sisi kanan dan sisi kiri. Atap sebelah kiri di bangun lebih panjang di bandingkan atap sebelah kanan. Ini di maksudkan supaya satu sisi yang lebih panjang memberikan kehangatan yang lebih. Selain itu, juga untuk menambah ruangan yang bisa di pakai. Karena pasti anggota keluarga akan terus bertambah. Kemudian, bagian paling atas atau pucuk, pertemuan antara sisi kiri dan sisi kanan di buat cabik. Fungsinya untuk menahan air hujan yang turun. Selain untuk fungsi tadi, cabik ini juga merupakan lambang lingkaran hidup mereka.

Ciri khas berikutnya ialah, atap yang di pakai bukan seperti kebanyakan yang sering kita temui. Mereka tidak memakai genting. Rata-rata yang di pakai sebagai atap terbuat dari bahan yang sangat sederhana, biasanya dari ijuk atau daun kelapa yang di keringkan. Ini adalah bagian adat yang harus di patuhi. Bagian dari kepercayaan yang sangat mereka yakini. Hal ini berhubungan karena genting itu berbahan dari tanah. Artinya, kalau memakai atap dari genting, sama saja mengubur diri sendiri. Sedangkan tanah hanya di peruntukan untuk orang mati saja. Seperti peribahasa mereka “terletak antara dunia bawah – yaitu tanah - dan dunia atas – yaitu langit -. Karena rumah memiliki pangkat yang lebih tinggi, yaitu dunia atas, maka di larang di letakan lebih rendah dari tanah.

Jendela Rumah Suku Baduy Dalam

Suku baduy dalam memang memiliki banyak keunikan. Rumah yang meraka punya, tidak di buatkan jendela seperti pada umumnya. Sedikit berbeda dengan baduy luar, mereka sudah menerapkan jendela rumah. Khusus untuk suku baduy dalam, jendela masih di anggap tidak penting, karena fungsinya bisa di gantikan. Anggapan suku baduy dalam, jendela tujuannya untuk melihat pemandangan keluar atau yang berada di luar. Sedangkan kalau begitu mereka tinggal membuat lubang saja di dinding rumah. Selain itu, fungsi jendela sebagai ventilasi bisa di ganti dengan lantai berlubang yang terbuat dari bambu.

Bagian Rumah Suku Baduy Dalam

Rata-rata rumah baduy terbagi tiga bagian; bagian depan, tengah, kemudian belakang (dapur). Paling belakang berfungsi sebagai dapur untuk mengolah bahan makanan, kemudian di tengah untuk istirahat seluruh anggota keluarga dan bagain paling depan yang biasa di sebut sosoro berfungsi sebagai tempat penerima tamu. Menurut kepercayaan suku baduy dalam, setiap tamu dari luar tidak di izinkan masuk ke bagian tengah. Tamu hanya boleh sampai bagian depan saja. Menurut mereka tamu dari luar pasti membawa pengaruh buruk. Sedangkan di depan rumah di fungsikan sebagai filter dari pengaruh buruk yang di bawa oleh tamu tadi.

Kalaupun ada tamu dari luar yang mau menginap, biasanya di tempatkan di rumah pemimpin mereka (Jaro). Setiap rumah Jaro pasti di lengkapi dengan satu ruangan yang di khususkan peruntukannya untuk menampung para tamu yang datang. Biasanya ruangan ini di sebut dengan sosoro. Namun, seandainya rumah jaro ini sudah tidak cukup menampung tamu. Barulah akan di tempatkan di rumah warga biasa. Tentunya dengan ketentuan, tamu tersebut wajib mengikuti dan mematuhi semua peraturan dan larangan dari suku baduy dalam.

Tradisi Suku Baduy Dalam

 

Seba di Suku Baduy Dalam serta Baduy Luar

Sebelumnya telah di bahas sejarah suku baduy, sekarang saya akan berbagi adat istiadat suku baduy yaitu namanya tradisi Seba. Di baduy di kenal ada yang namanya Seba. Seba berasal dari bahasa sunda yaitu Saba yang artinya berkunjung atau silaturahmi. Seba adalah melakukan kunjungan resmi kepada penguasa beserta mengirim hasil bumi, ritual ini di lakukan sebagai bentuk silaturahmi dan bukti kesetiaan warga Baduy kepada pemerintah. Disini melalui Bupati dan Gubernur. Seba di selenggarakan satu tahun sekali.

Seba terbagi dua, seba kecil dan seba besar. Seba kecil ketika hasil panen menghasilkan panen yang tidak berlimpah, maka pemimpin baduy akan mengadakan seba kecil saja. Yaitu menyerahkan hasil panen saja tanpa di tambah dengan perangkat dapurnya. Sedangkan seba besar memerlukan persiapan lebih besar. Artinya selain hasil panen yang di serahkan, juga akan di tambah dengan pelengkap dapur. Seba besar di adakan ketika hasil panen melimpah ruah. Namun pada intinya, masyarakat baduy pasti akan mengadakan seba ini, karena ini sudah merupakan tradisi suku baduy setiap tahun.

Sebelum tradisi seba di adakan, akan di awali dengan ritual Kawalu. Kawalu artinya suku baduy tidak boleh menerima tamu dari luar selama 3 bulan. Jadi buat sobat yang berniat akan melancong ke Baduy, pastikan bukan dalam masa Kawalu. Seba besar membutuhkan persiapan fisik yang luar biasa terutama untuk warga baduy dalam. Karena dalam pelaksanaannya harus menghadap ke bupati atau gubernur langsung. Dan perjalanan tersebut di tempuh harus tanpa naik kendaraan dan tidak menggunakan alas kaki. Biasanya mereka akan sampai di kantor gubernur sekitar 3 hari perjalanan. Kantor gubernur banten terletak di Jl.Letjen Kiyai Sjam’un kota Serang. Jarak dari Baduy di Pegunungan Kendeng ke pendopo gubernur Banten sekitar 95 km.

Akan tetapi, hanya masyarakat baduy dalam saja yang tidak naik kendaraan dan tanpa alas kaki. Mereka berjalan kaki dari desanya menuju Rangkasbitung yang berjarak 40 km. Kemudian di lanjutkan esok harinya ke pendopo Gubernur, jaraknya sekitar 50 km. sedangkan untuk warga baduy luar menggunakan kendaraan, karena meraka sudah menerima budaya luar. Disini uniknya, bisa di bayangkan warga Baduy dalam berjalan kaki dan tanpa pakai alas kaki dengan jarak tempuh 95 km.

Seperti seba tahun ini, di laksanakan tanggal 27-28 april 2012. Di mulai hari jumat tiba di pendopo kabupaten Lebak. Langsung di terima oleh Bapak H. Jayabaya. Mereka biasa menyebutnya dengan Bapak Gede. Masyarakat baduy yang hadir berjumlah 1388 orang. Terdiri dari anak-anak sampai orang tua. Tapi para perempuannya tidak ikut serta. Setelah itu keesokan harinya di lanjutkan ke pendopo gubernur di kota Serang. Di terima langsung oleh Ibu Gubernur Rt.Atut Chosiyah. Warga Baduy menyebutnya Ibu Gede.

Warga baduy di wakili oleh pemimpinnya, yaitu Jaro Dainah dan Saidi Putra, mereka menyampaikan rasa syukur atas panen tahun ini dan sekaligus menyampaikan unek-unek atau permasalahan yang ada di masyarakatnya sebagai bentuk laporan kepada Bupati. Sedangkan dari pihak bupati, hadir jajaran kepala daerah dan pejabat muspida setempat.

Biasanya yang hadir yaitu Jaro sebagai wakil dari Pu’un, tokoh adat kajeroan, tokoh adat panamping, tokoh adat pemuda. Khusus untuk tokoh pemuda di maksudkan sebagai bahan pengalaman dan pembelajaran nanti ke depan sebagai calon penerus. Seperti sifat dasar warga baduy, mereka menyampaikan apapun permasalahan yang ada di baduy kepada pemerintah dengan tegas, lugas, tanpa basa-basi, terbuka, tepat dan tidak menutup-nutupi. Tradisi suku baduy ini merupakan tanggung jawab semua warganya supaya berlangsung sukses. Semua warga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan seba tahunan supaya berjalan dengan lancar. Sesuai dengan pakem, keharusan, dan arahan dari pemimpin mereka.

Kemudian esok harinya di lanjutkan dengan perjalanan menuju kantor gubernur banten di serang. Di terima langsung oleh ibu gubernur yang biasa di panggil oleh masyarakat Baduy dengan Ibu Gede. Dengan agenda yang sama, yaitu silaturahmi ke kepala pemerintahan. Hj. Atut Chosiah sangat mengapresiasi apa yang di lakukan oleh masyarakat baduy dengan adat istiadat seba ini. Karena artinya seba ini menunjukan bahwa warga Baduy tetap menjaga kelangsungan hutan terbukti dengan banyaknya oleh-oleh berupa hasil hutan mereka.Adapun hasil bumi yang di serahkan baik ke bupati atau gubernur berrmacam-macam seperti pisang, padi, gula aren, coklat, biji kopi dan lain-lain.

Sejarah Suku Baduy Dalam

Suku Baduy Dalam : Sejarah Kemunculannya Setelah sebelumnya kita share cerita umum terkait suku baduy dalam. Postingan kali ini akan berbagi sejarh suku baduy dalam, selamat menyimak. Tulisan ini di ambil dari beberapa sumber, ternyata sejarah suku baduy dalam memiliki beberapa versi yang berbeda.

Sejarah Suku Baduy Dalam Menurut Warganya


Pertama, menurut kepercayaan warga sejarah suku baduy dalam berasal dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tujuh dewa yang di turunkan ke bumi. Batara cikal memiliki peran untuk mengatur keseimbangan di bumi. Versi ini hampir sama persis dengan cerita di turunkannya nabi Adam, sebagai makhluk pertama dan memiliki tugas untuk mengelola bumi. Suku baduy pun percaya bahwa mereka adalah keturunan nabi Adam.


Sejarah Suku Baduy Dalam Menurut Ahli Sejarah


Sedangkan pada versi yang lain, para ahli sejarah memiliki pendapat sendiri terkait sejarah suku baduy. Pendapat mereka berdasar pada temuan prasasti sejarah, kemudian di telusuri pula melalui catatan para pelaut dari Portugis dan Tiongkok serta di hubungkan dengan cerita rakyat tentang Tatar Sunda. Meskipun pada kenytaannya, cerita mengenai Tatar Sunda ini sangan sedikit sekali referensinya.

Menurut ahli sejarah, masyarakat baduy (kanekes) memiliki kaitan dengan kerajaan Pajajaran (saat ini wilayah Bogor). Yang di ketahui, Pajajaran ada sekitar di abad ke-16. Pada saat dimana kerajaan atau kesultanan Banten belum berdiri, wilayah yang kemudian menjadi kesultanan Banten, ialah daerah yang sangat penting dan memiliki peranan yang signifikan. Saat itu, Banten masih menjadi bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Banten berfungsi sebagai pelabuhan yang memang terkenal besar.

Di banten terdapat sungat Ciujung yang berfungsi sebagai pelabuhan dan bisa di lewati beragam jenis perahu. Sungai ini menjadi lalu lintas angkutan barang-barang hasil pertanian dari wilayah pedalaman. Pangeran Pucuk, penguasa saat itu merasa perlu untuk melestarikan dan menjaga wilayah tersebut, terutama terkait kelestarian sungainya. Wilayah itu di kenal dengan nama Gunung Kendeng.

Karena alasan itu, pangeran pucuk memerintahkan pasukan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng-Sungai Ciujung. Mereka tinggal dan bertugas sebagai penjaga wilayah tersebut. Maka, dengan adanya pasukan kerajaan tersebut, lambat laun kehidupan mulai berjalan normal. Jadi bisa di simpulkan bahwa sejarah suku Baduy dalam dan yang hari ini kita kenal adalah berasal dari pasukan yang di utus oleh Pangeran Pucuk yang bertugas melestarikan sungai Ciujung – gunung Kendeng. Pada masanya, suku baduy menutup identitas mereka terhadap orang luar. Karena di khawatirkan akan di ketahui oleh musuh-musuh kerajaan Pajajaran.

Sejarah Suku Baduy Dalam Versi Van Tricht


Versi ketiga tekait sejarah suku baduy dalam ialah dari dokter Van Tricht yang berkunjung ke Baduy di tahun 1982 kemudian mengadakan penelitian terkait kesehatan masyarakat disana. Van Tricht tidak mengakui kedua pendapat diatas, ia memiliki pendapat sendiri mengenai sejarah suku baduy dalam dan ia mengatakan bahwa masyarakata Baduy sudah ada sejak lama disana dan merupakan masyarakat asli sana. Menurut Van Tricht masyarkat baduy terutama warga masyarakat suku baduy dalam memiliki sifat yang menolak keras dan tidak bisa mengadopsi kebudayaan luar. Selain itu, menurutnya masyarakat baduy dalam sangat mempertahankan kebudayaannya. Itu terbukti suku baduy dalam masih sangat ketat untuk mempertahankan kebudayaan nenek moyang mereka.

Pendapat Van tricht terkait sejarah suku baduy dalam ini sejalan dengan pendapat Danasasmita dan Djatisunda (1986:4-5). Menurut dua ahli ini saat itu raja yang berkuasa di wilayah sekitar Baduy adalah Rakeyan Darmasiska, raja ini memerintahkan masyarakat Baduy yang memang sudah tinggal disana dari dahulu untuk memelihara Kabuyutan (tempat pemujaan nenek moyang). Menjadikan kawasan tersebut sebagai “Mandala” atau kawaan suci. Masyarakatnya sendiri di kenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan (wiwitan:asli,pokok). Sampai sekarang pun masyarakat baduy masih memegang teguh kepercayaan tersebut.

Sejarah Suku Baduy Dalam Versi Prabu Siliwangi


Versi berbeda dan terakhir ialah, putra Prabu Siliwangi yaitu yang bernama Kian Santang yang sudah memeluk Islam melalui Sayidina Ali di Mekkah. Kian santang ingin menyebarkan islam dan salah satunya kepada ayahnya. Namun Prabu siliwangi mendapat wangsit melalui mimpi untuk menolak agama islam dan di suruh pindah ke wilayah Rangkasbitung-Lebak.

Kian santang tetap mengejar mereka kesana, sampai terjadi perang saudara. Sayangnya tidak banyak referensi tentang perang saudara tersebut. Yang jelas, Prabu Siliwangi kemudian berganti gelar menjadi Prabu Kencana Wungu. Prabu Kencana Wungu memilih untuk menetap di rangkasbitung bersama 40 pengikut setia dan sampai sekarang di kenal dengan masyarakat Baduy.

Itulah informasi yang bisa dibagi terkait sejarah suku baduy dalam. Semoga bermanfaat dan terima kasih. Untuk menambah wawasan budaya Negara Indonesia tercinta, simak juga artikel terkait lain mengenai suku baduy.

Suku Baduy Dalam


Siapa yang tidak kenal dengan suku Baduy?hampir semua orang sudah tahu suku baduy atau minimal pernah mendengarnya. Secara umum suku baduy terbagi dua yaitu suku baduy luar dan suku baduy dalam. Artikel kali ini akan berfokus membahas suku baduy dalam. Jarak antara suku baduy luar dan suku baduy dalam sekitar 3-4 jam berjalan kaki. Suku baduy terbagi kedalam tiga kelompok, Tangtu, Panamping, Dangka. (Wikipedia, 2012)

 
Suku baduy dalam
terletak di kaki pegunungan kendeng desa Kanekes, kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten  Lebak- Rangkasbitung Banten. Desa ini merupakan jalur terakhir transportasi umum. Setelah tiba di Baduy luar, pertama kali kita wajib lapor ke pimpinan setempat yang di panggil Jaro Pulung, beliau bertugas sebagai penghubung antara suku baduy dengan budaya luar. Dari sini kita masih harus melanjutkan perjalanan agar tiba di suku baduy dalam yaitu antara 3-4 jam.
 

Wilayah Baduy terbagi ke dalam tiga yaitu : Cikeusik, Cibeo, Cikertawana. Menurut beberapa sumber, nama Baduy berasal dari nama sungai yaitu Cibaduy. Dalam versi yang berbeda, nama Baduy adalah panggilan para peneliti belanda yang mengidentikan mereka dengan Baduy Arab, dimana kehidupannya suka berpindah-pindah. Orang baduy sebetulnya lebih nyaman di panggil urang kanekes (orang kanekes). 

Populasi masyarakat baduy sampai hari ini di perkirakan berjumlah 5.000 – 8.000 orang. Berbeda dengan baduy dalam, suku baduy luar atau yang sering di panggil dengan Urang Panamping sudah menerima budaya luar. Suku baduy luar berpakain serba hitam serta rumah mereka bertumpu pada batu.

Suku baduy dalam belum mengenal budaya luar dan terletak di hutan pedalaman. Karena belum mengenal kebudayaan luar, suku baduy dalam masih memiliki budaya yang sangat asli. Suku baduy dalam tidak mengizinkan orang luar tinggal bersama mereka. Bahkan mereka menolak Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk. Jadi kalau sobat-sobat punya teman bule, jangan di ajak ke baduy, kasihan mereka nanti harus nunggu di luar. Kemudian suku baduy dalam juga tidak mengizinkan penggunaan kamera.

Suku baduy dalam di kenal sangat taat mempertahankan adat istiadat dan warisan nenek moyangnya. Mereka memakai pakaian yang berwarna putih dengan ikat kepala putih serta membawa golok. Pakaian suku baduy dalam pun tidak berkancing atau kerah. Uniknya, semua yang di pakai suku baduy dalam adalah hasil produksi mereka sendiri. Biasanya para perempuan yang bertugas membuatnya. Suku baduy dalam di larang memakai pakaian modern. Selain itu, setiap kali bepergian, mereka tidak memakai kendaraan bahkan tidak pakai alas kaki dan terdiri dari kelompok kecil berjumlah 3-5 orang. Mereka dilarang menggunakan perangkat tekhnologi, seperti Hp da TV.   

Suku baduy dalam memiliki kepercayaan yang di kenal Sunda Wiwitan (sunda: berasal dari suku sunda, Wiwitan : Asli). Kepercayaan ini memuja arwah nenek moyang (animisme) yang pada selanjutnya kepercayaan mereka mendapat pengaruh dari Budha dan Hindu. Dan kalau melihat sejarah, kepercayaan suku baduy dalam saat ini adalah refleksi kepercayaan masyarakat sunda sebelum masuk agama islam.

Sampai saat ini, suku baduy dalam tidak mengenal budaya baca tulis. Yang mereka tahu, ialah aksara hanacaraka (aksara sunda). Anak-anak suku baduy dalam pun tidak bersekolah, kegiatannya hanya sekitar sawah dan kebun. Menurut meraka inilah cara mereka melestarikan adat leluhurnya. Meskipun sejak pemerintahan Soeharto sampai sekarang sudah di adakan upaya untuk membujuk mereka agar mengizinkan pembangunan sekolah, namun mereka selalu menolak. Sehingga banyak cerita atau sejarah mereka hanya ada di ingatan atau cerita lisan saja.   

Selain itu,suku baduy dalam juga tidak mengenal perkakas seperti yang kita tahu misal gergaji, palu, paku. Jadi untuk membuat rumah, dibuat dengan menggunakan bahan dan alat-alat tradisional. Di ambil dari hutan dan di kerjakan secara gotong royong. Seperti jembatan yang di buat dengan bahan bambu, di ikat dengan tali dan memakain pondasi dari pohon sekitar.  Terlebih lagi untuk barang-barang elektronik : Hp, Tv, Laptop atau Komputer.

Suku baduy menerima dua kepemimpinan, pertama dari pemerintah, biasanya di pimpin oleh Jaro Pamarentah. Dan pemimpin dari lingkungan mereka sendiri yang di panggil Pu’un.  Pu’un adalah pemimpin adat tertinggi di baduy dan terbagi di tiga kampung suku baduy dalam. Jabatan pu’un lebih bersifat turun temurun namun kerabat atau anggota keluarga lainpun bisa menjadi Pu’un. Serta tidak di berikan jangka waktu pasti, tergantung kemampuan Pu’un tersebut memangku jabatan.  

Sungai menjadi sumber dan urat nadi kehidupan sehari-hari mereka. Dari mulai mandi, mencuci, MCK semuanya di lakukan di sungai. Teman-teman yang berniat berkunjung ke suku baduy dalam, persiapkan makanan seperti beras, mie instant, sarden dan lain-lain. Nanti para ibu suku baduy yang akan membantu memasaknya. Salah satu kebiasaan yang harus di patuhi masyarakat suku baduy dalam ialah jam tidur maksimal jam 21:00.   

Biasanya kalau sesuatu terlampau berbeda maka akan menarik perhatian banyak orang. Karena menjadi hal yang unik. Dan di sanalah titik menariknya, terbukti ratusan orang berkunjung dalam satu rombongan ke suku baduy dalam.

Demikian yang bisa di share terkait Suku Baduy Dalam, semoga bermanfaat. Simak juga artikel terkait lainnya. Terima kasih.